Dibully Karena Logat? Pembully Wajib Baca Ini! (The Culture Maps Book)
Dibully karena logat - Lo pernah ga si merantau ke lingkungan yang benar-benar baru? Yang 180 derajat beda sama apa yang biasa Lo temui.
Lo dituntut untuk cepat mengerti dengan budaya dan bahasa mereka, supaya Lo ga dikucilkan. Atau Lo pernah bertemu seorang perantau di daerah Lo? Tapi, Lo kucilin bahkan hina mereka, karena Lo anggap mereka ANEH.
Stop deh ya, Lo harus pensiun jadi ‘pembully’ dan Lo harus paham ini…
Indonesia, negara yang punya banyak budaya serta bahasa yang unik setiap daerahnya. Bahkan dari bahasa muncul logat yang berbeda sebagai tanda keunikan setiap daerah.
Kalo Lo sadar, Lo baca artikel ini juga pakai Logat juga. Iya, logat betawi. Logat ini terbentuk karena faktor geografis, sosial bahkan budaya.
Makanya, ga aneh kalau orang baru bakal kaku di awal sosialisasi dengan penduduk asli daerah. Mungkin buat Lo yang belum tahu penggunaan logat, nada naik dari seseorang bisa Lo intepretasikan sebagai nada ‘marah’ dan Lo malah ikutan nyolot.
Endingnya udah ketebak, bukan TAMBAH RELASI malah MUSUHAN.
"When interacting with someone from another culture, try to watch more, listen more , and speak less"
Erin Mayer
Nah, ingat… Logat juga buat kesalahpahaman antar sesama, makanya Lo harus cari cara buat menghindari masalah ini.
Tenang, gausah bingung….
Lo masih bisa belajar kok. Pertama, Lo harus ngerti cara pilih pendekatan, cara komunikasi dan sikap yang cocok di tempat Lo rantau.
Lo bisa pakai pendekatan dengan model skala dari buku ‘The Culture Maps’. Buku ini bisa bantu Lo untuk observasi lingkungan dengan mudah dan cepat.
Selain pendekatan, buku ini juga membahas tentang cara berkomunikasi, kerjasama dengan efektif untuk Lo yang butuhkan adaptasi cepat di budaya baru.
Bisa di bilang ini buku paket komplit deh..
Biar Lo makin paham, simak penjelasan ini biar Lo ga di bully atau bahkan ngebully teman Lo…
Model Skala Observasi Lingkungan (The Culture Maps)
-
1. Communicating
Skala komunikasi ini dibedakan dengan logat dengan konteks rendah dan konteks tinggi.
Logat dengan konteks rendah digunakan dengan mengandalkan kata-kata eksplisit, jelas dan langsung dalam komunikasi.
Sedangkan, logat dengan konteks tinggi cenderung digunakan dengan kata-kata implisit, samar dan tidak langsung.
Contoh :
Orang dengan logat Betawi akan cenderung menggunakan logat dengan konteks rendah, jadi jangan ‘baper’ sama omongan mereka yang blak-blakan.
Sedangkan, orang Jawa secara natural akan menggunakan nada halus dan tenang. Orang dengan Logat Jawa ini bisa di kategorikan sebagai pengguna logat dengan konteks tinggi.
“I don’t think of myself as having an accent. I speak the way I speak, and I can’t change that.”
Hugh Laurie
-
2. Evaluating
Evaluating ini adalah kalimat yang seseorang gunakan dalam memberikan kritik.
Logat direct negative feedback dismpaikan dengan terbuka, jujur dan tidak ada basa-basi.
Sedangkan, kritik yang disampaikan dengan halus agar tudak melukai perasaan orang, ini termasuk evaluating logat indirect negative feedback.
Contoh :
Kebanyakan orang Medan atau Betawi, akan melontarkan kritikan keras secara langsung dan tidak segan-segan negur Lo saat itu juga.
Sedangkan, orang Jawa secara jarang menggunakan kritik dengan keras. Mereka akan memberikan kritik yang diawali dengan pujian.
-
3. Persuading
Perhatikan skill komunikasi yang digunakan orang sekitar Lo saat membujuk orang lain atau perhatikan prinsip komunikasi yang digunakan.
Lo pernah ga? Ketemu orang yang suka ngobrol, tapi setiap ucapannya pakai fakta dan argumen yang rasional supaya Lo makin percaya sama apa yang lagi di obrolin?
Kalau pernah, Lo lagi berhadapan sama orang yang mengutamakan prinsip (principles-first).
Tapi, kalo Lo ngobrol sama orang yang banyak menyelipkan bayak pengalamannya terhadap suatu hal buat yakinin Lo…
Ya, mereka masuk ke golongan orang-orang yang memiliki prinsip application-first.
-
4. Leading
Gaya kepemimpinan orang dengan logat yang egaliter mereka akan cenderung memilih pemimpin berdasarkan kompetensi dan kinerja.
Lo mau jadi pemimpin mereka? Tunjukkin kompetensi Lo dan keseriusan Lo di depan mereka.
Sedangkan, orang yang memilih pemimpin dari status dan senioritasberarti Lo berhadapan sama orang dengan logat yang hierarkis.
Lo harus punya pengalaman dan kedudukan yang bagus untuk lebih berinteraksi dengan kumpulan ini.
-
5. Deciding
Lo harus perhatiin cara orang sekitar Lo dalam membuat keputusan.
Kalau orang yang Lo temuibutuh pendapat semua orang sekitarnya, berdiskusi dalam memutuskan hal tertentu mereka termasuk orang denganlogat yang consensual.
Tapi, kalau Lo ketemu orang dengan memprioritaskan keputusan dari otoritas tertinggi dalam membuat keputusan dan lebih mengikuti arahan pemimpin, mereka termasuk top-down.
-
6. Trusting
Trusting berhubungan dengan kepercayaan yang dapat dibangun dari kredibilitas atau hubungan emosional.
Trusting ini bisa Lo kaitkan dengan penilaian Lo dalam memahami cara orang sekitar untuk membangun kerja sama.
Cenderung mempercayai seseorang berdasarkan pada kredibilitas dan rekam jejak termasuk pada orang yang memiliki logat yang kognitif.
Sedangkan, cenderung mempercayai seseorang berdasarkan padahubungan pribadi dan emosional termasuk dengan orang dengan logat yang afektif.
Contoh :
Misalnya, logat Betawi dan Medan termasuk logat yang kognitif, sehingga mereka lebih percaya pada orang-orang yang memiliki reputasi dan hasil yang baik.
Sementara itu, logat Sunda dan Jawa termasuk logat yang afektif, ga heran mereka lebih percaya pada orang-orang yang sudah memiliki kedekatan sebelumnya.
“The best way to find out if you can trust somebody is to trust them.”
Ernest Hemingway
-
7. Disagreeing
Logat yang konfrontatif cenderung menyatakan pendapat yang berbeda secara langsung dan tegas.
Sedangkan logat yang menghindari konflik cenderung menyatakan pendapat yang berbeda secara tidak langsung dan lembut.
Contoh :
Logat Betawi dan Medan termasuk logat yang konfrontatif, karena mereka tidak takut untuk berdebat dan beradu argumen dengan orang lain.
Sementara itu, logat Sunda dan Jawa termasuk logat yang menghindari konflik, karena mereka lebih suka menghindari pertengkaran dan menyelesaikan masalah dengan damai.
-
8. Scheduling
Logat yang linear cenderung mengikuti agenda yang ketat dan berurutan.
Sedangkan, logat yang fleksibel cenderung menyesuaikan agenda dengan situasiyang berubah.
Contoh :
Misalnya, logat Betawi dan Medan termasuk logat yang linear, karena mereka lebih disiplin dan teratur dalam mengatur waktu dan kegiatan.
Sementara itu, logat Sunda dan Jawa termasuk logat yang fleksibel, karena mereka lebih santai dan fleksibel dalam menghadapi perubahan dan kejutan.
Sekarang Lo udah bisa mulai analisis karakteristik orang-orang di sekitar.
Pendekatan tadi ga akan berjalan mulus kalau Lo ga membangun kesadaaran dari keberagaman budaya.
Buang jauh-jauh asumsi Lo yang bisa mengatur semua dengan cara pikir Lo.
Coba lakukan di kehidupan Lo, jangan cuma di baca!
Ada tantangan buat Lo kali ini….
CHALLENGE
1. Buat list yang berisikan 5 - 6 orang dari daerah yang berbeda
2. Kategorikan mereka sesuai pendekatan dalam buku ‘The Culture Map’
3. Tulis apa yang buat Lo percaya satu sama lain
4. Ingat kembali, peristiwa apa yang buat Lo percaya mereka
5. Simpulkan pelajaran apa yang Lo ambil dengan menaruh kepercayaan Lo ke mereka