Fenomena Phubbing dalam Kelas pada Mahasiswa: Stop Phubbing, Start Engaging! – Disonansi Kogniti
Fenomena Phubbing pada Mahasiswa - Di era digital saat ini, kita semua terhubung lebih dari sebelumnya.
Teknologi yang ada di ujung jari kita telah membawa dunia ke dalam genggaman tangan kita.
Namun, bersama dengan kemudahan ini, muncul sebuah fenomena yang dikenal sebagai 'phubbing'.
Phubbing, gabungan dari kata 'phone' (telepon) 'snubbing' (menghina).
tindakan mengabaikan seseorang di depan mata untuk memperhatikan telepon seluler.
Khususnya di kalangan mahasiswa, phubbing telah menjadi masalah yang semakin meresahkan. Terutama saat terjadi di dalam kelas.
- Key Takeaways
- Membangun kesadaran di kalangan mahasiswa.
- Mengadakan workshop mengenai penggunaan teknologi.
- Membuat aturan tentang penggunaan ponsel.
- Menciptakan ‘zona bebas ponsel’
Bayangkan situasi di mana seorang dosen sedang berbicara. Beliau menyampaikan materi dengan antusias.
Namun, yang dilihat adalah punggung telepon seluler mahasiswa yang sibuk dengan dunia maya.
Ironisnya, ruang kelas yang seharusnya menjadi ruang untuk belajar dan berinteraksi, phubbing telah menciptakan sebuah dinding virtual antara mahasiswa dan pendidikan mereka.
Pentingnya interaksi sosial dan komunikasi tatap muka dalam proses belajar tidak dapat diabaikan.
Interaksi ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar, tetapi juga membantu dalam pengembangan keterampilan sosial dan emosional mahasiswa.
Namun, dengan prevalensi phubbing, momen-momen berharga ini terancam hilang.
phubbing tidak hanya mengganggu alur belajar, tetapi juga mengikis kemampuan mahasiswa untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain di lingkungan mereka.
Di sinilah kita harus bertanya pada diri sendiri, bagaimana kita dapat mengubah tren ini?
Bagaimana kita dapat mendorong mahasiswa untuk meninggalkan telepon mereka dan lebih terlibat dalam kelas?
Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita ketahui lebih dahulu apa yang disebut dengan phubbing
Phubbing mungkin terdengar seperti kata yang baru dan trendi. Tetapi fenomenanya telah ada sejak smartphone menjadi teman sehari-hari kita.
Secara sederhana, phubbing adalah tindakan memilih untuk fokus pada smartphone daripada orang yang ada di depan kita.
Dalam konteks mahasiswa, ini sering terjadi di ruang kelas, di mana perhatian yang seharusnya diberikan kepada dosen atau diskusi kelas malah beralih ke layar ponsel.
Asal usul kata phubbing sendiri cukup unik. Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 2012.
Diciptakan dalam sebuah kampanye oleh lembaga yang berfokus pada bahasa di Australia.
Mereka mencoba mencari kata yang tepat untuk menggambarkan perilaku mengabaikan seseorang demi ponsel, dan "phubbing" lah yang terpilih.
Sejak saat itu, istilah ini telah menyebar luas dan menjadi bagian dari leksikon kita sehari-hari.
Namun, apa yang membuat phubbing begitu merajalela di kalangan mahasiswa?
Sejumlah studi menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya mahasiswa, cenderung menghabiskan waktu di media sosial.
Dengan akses internet yang mudah, ponsel menjadi magnet yang sulit untuk diabaikan, bahkan di kelas.
Statistik tentang phubbing di kalangan mahasiswa cukup mengejutkan.
Sebuah survei menunjukkan bahwa lebih dari 80% mahasiswa mengakui mereka cenderung memeriksa ponsel mereka selama kuliah.
Hampir separuh dari mereka mengakui bahwa ini menjadi kebiasaan.
Fakta ini mengungkapkan betapa mendalamnya pengaruh phubbing dalam proses pembelajaran dan interaksi sosial di lingkungan akademis.
Melalui pembahasan ini, mulai mengerti bahwa phubbing bukan hanya sekadar tren atau kebiasaan sepele.
Ini adalah fenomena yang mempengaruhi cara kita berinteraksi, belajar, dan bahkan merasakan dunia di sekitar kita.
Dengan memahami apa itu phubbing dan seberapa luas pengaruhnya, kita dapat mulai mencari solusi untuk mengatasi masalah ini.
Phubbing di Dalam Kelas: Contoh Kasus
Apakah kamu pernah melihat mahasiswa yang lebih asyik bermain ponsel daripada mendengarkan dosen? Itulah phubbing dalam praktiknya.
contohnya di sebuah universitas terkemuka, seorang mahasiswa bernama Rina sering kali ditemukan tenggelam dalam ponselnya selama kuliah.
Dia mengabaikan diskusi kelas. Dia lebih memilih mengirim pesan dan menelusuri media sosial.
Ini bukan hanya mengurangi fokusnya terhadap materi kuliah, tetapi juga mengganggu mahasiswa lain yang berusaha fokus.
Phubbing di dalam kelas mengganggu dinamika pembelajaran. mahasiswa seperti Rina kehilangan banyak informasi penting dan kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen dan teman sekelas.
Akibatnya, mereka sering ketinggalan dalam diskusi dan kurang memahami materi.
Dosen juga merasa frustasi dengan kurangnya keterlibatan dari mahasiswa, yang berdampak pada kualitas pengajaran secara keseluruhan.
James Humes Phubbing: trading moments of genuine connection for digital distractions, a silent epidemic in the age of constant screens
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa phubbing memiliki banyak dampak negatif
Efek phubbing tidak hanya terbatas pada penurunan konsentrasi dan partisipasi dalam kelas.
Ada ada dampak psikologis yang lebih dalam. Mahasiswa yang melakukan phubbing cenderung merasa lebih terisolasi dan mengalami penurunan kesehatan mental.
Mereka mungkin merasa terputus dari lingkungan sosial nyata mereka, meningkatkan perasaan kesepian dan kecemasan.Secara akademis, phubbing dapat menyebabkan penurunan prestasi.
Studi menunjukkan bahwa mahasiswa yang sering phubbing cenderung memiliki nilai yang lebih rendah. Mereka juga melaporkan kesulitan dalam mempertahankan informasi dan keterampilan yang diajarkan di kelas.
Dari sudut pandang pendidik, phubbing mengganggu upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan menantang.
Dosen sering kali harus bersaing dengan ponsel untuk mendapatkan perhatian mahasiswa, yang bisa sangat mengurangi efektivitas pengajaran.
Stop Phubbing, Start Engaging!
untuk mengatasi masalah phubbing, diperlukan pendekatan yang holistik. Salah satu caranya adalah dengan membangun kesadaran di kalangan mahasiswa tentang dampak negatif phubbing.
Universitas dapat mengadakan workshop atau seminar yang fokus pada penggunaan teknologi dengan bertanggung jawab. Di tingkat kelas, dosen bisa mengatur aturan tentang penggunaan ponsel.
Misalnya, mengadakan sesi tanpa ponsel selama beberapa menit di awal atau akhir kelas untuk mendorong diskusi dan pertukaran ide. Penggunaan aplikasi pembelajaran interaktif yang membutuhkan partisipasi aktif dari mahasiswa juga bisa menjadi alternatif.
Mahasiswa sendiri harus mengambil inisiatif untuk mengurangi waktu mereka bersama ponsel.
Menciptakan zona bebas ponsel di ruang studi atau menetapkan waktu tertentu untuk memeriksa ponsel bisa membantu mengurangi kebiasaan phubbing.
Kesimpulan
Fenomena phubbing dalam kelas bukanlah masalah kecil. Ini adalah isu yang mempengaruhi kualitas pendidikan dan kesehatan mental mahasiswa.Dengan meningkatkan kesadaran, mendorong perubahan kebiasaan, dan mengadopsi strategi pembelajaran yang melibatkan, kita dapat mengurangi dampak negatif phubbing. Mari kita semua berkomitmen untuk mengurangi phubbing dan mulai terlibat lebih dalam dengan pendidikan kita.
Now, it is your turn to stop phubbing, start engaging!
Writer Notes
Zahra Azka Alfathan Notes
Maraknya phubbing di lingkungan kelas merupakan pengingat bagi kita semua akan pentingnya berinteraksi dengan sesama. Menurut Leon Festinger dengan teori Disonansi Kognitifnya, tidak jarang kita mengetahui bahwa phubbing adalah perilaku yang tidak baik, namun terus dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya perasaan tidak nyaman pada diri sendiri. Oleh karena itu, sebelum terlambat mari kita bekerja sama untuk menciptakan lingkungan akademis yang lebih interaktif.